6. Head or Heart


An executive is a person who always decides; sometimes he decides correctly, but he always decides. John H. Patterson
Seorang M adalah seseorang yg memutuskan; terkadang memutuskan dengan benar, akan tetapi ia selalu memutuskan.

Kita membuat keputusan terkadang menuruti emosi terkadang melalui pemikiran, bisa Heart, bisa Head. Ketika kita sedang marah2, keputusan kita dipengaruhi emosi. Ketika kita main catur, praktis emosi sedikit pengaruhnya. Mereka yg bertindak dan mengambil keputusan lewat hatinya kita sebut type-F (feeling) dan yang sebaliknya type-T (thingking). Umumnya manusia menggunakan ke-dua2nya tetapi lebih sering menggunakan salah satunya. Ini hanyalah masalah kenyamanan, mau pakai Head or Heart. Type T/F menjadi semacam ‘kodrat’ yang sulit dirobah. Ibarat tinggi badan, ada yang tinggi ada yang pendek. Ada orang2 yang peka perasaannya ada pula yang lebih peka pikirannya.
Antara keduanya tidak ada yang lebih baik dari yang lainnya. Masing2 punya kelebihan dan kekurangan dan ke-dua2nya dibutihkan. Wanita umumnya type F, lebih banyak menggunakan perasaannya. Dalam sebuah penelitian, F jarang sekali sampai ke M puncak. Ini menjelaskan mengapa eksekutip puncak didominasi pria. Walau pernyataan dibawah ini tidak selalu benar, umumnya dalam manajemen.

Never let your heart rules your head
. Jangan biarkan penalarmu dituntun hatimu.

Untuk sementara, rumus ini kita pegang dulu. Nanti kita bicarakan bahwa ada situasi2 kita berlakukan kebalikannya, let your heart rule your step. Jangan sampai rancu, modus operandi siap-tembak-bidik bukanlah dituntun ‘feeling’ tetapi kombinasi thinking + sensing + intuisi. Ini kita bicarakan belakangan.

Yang dimaksud dengan type-F adalah mereka yang peka perasaannya. Mudah terbangkitkan oleh emosi2, baik yang positip maupun negatip. Yang positip misalnya romantis, cakap berbela rasa (empaty), tidak suka menyakiti perasaan orang lain, dsb. Yang negatip semisal kurang tahan kritik, berwatak subyektip, sering tidak logis, lebih berorientasi kepada manusia (people oriented) dan bukan tugas (task oriented). Mereka condong merekrut/phk, pilih mitra, langganan, dll yang mereka sukai, bukan yang dipoerlukan. Mereka bersandar kepada nilai2 (agama, budaya, dll) dan menyukai harmoni. Kelemahan2 ini menjadi batu sandungan yang cukup fatal dalam menapak karir di M. M menuntut logika, obyektivitas, orientasi kepada tugas, dll. Sifat2 konstruktif yang dimiliki T. Pendidikan membuat T berkembang sehingga F belajar bersikap obyektip, logis, dll. Akan tetapi, ini akan menjadi konflik : head or heart.

It is very hard to get your heart and head together in life. In my case, they are not even friendly. Woody Allen.
Sulit sekali menyerasikan hati dan pikiran dalam kehidupan ini. Pada kasusku, mereka mbalah tak bersahabat. Dalam Business dan Manajemen sering kita dipojokkan : Are you gonna follow your heart or to decide what is necessary to be done.

Type F yang pekat akan lebih banyak dirundung konflik batin karena, bagi mereka, dunia M adalah dunia yang atos (keras) sehingga terkadang mereka menyebut T sebagai endasé atos (hard head). Karena sering terjebak dalam konflik batin, si berhati lembut (tender hearted) sering diliputi keraguan sehingga menjadi indecisive, sulit membuat keputusan. Padahal M menuntut sikap yang tegas & lugas. F sering dipoyoki (dikritik) lembek atau cengeng. Sebelum kita melangkah lebih jauh, kita luangkan sejenak bagi F.

Jika F-nya pekat, M bukan habitat yang tepat. Mereka akan dirundung keresahan. Seandainya bisa, lebih bijak mencari posisi2 informatip dimana mereka tidak harus (sering) membuat keputusan. Posisi2 sebagai guru, dosen, laboratorium, dll. Pilihan kedua adalah pekerjaan2 yang berorientasi kepada manusia semisal menjadi pembimbing, perawat, penasehat perkawinan, pelayanan2 sosial, dll.
Bagaimana jika seorang F kesasar pada posisi M yang keras ?
Mudah memahami bahwa T lebih diperlukan dalam M. Kita hanya perlu tahu rincian yang dimaksud T itu apa. Kedua, mayoritas dari kita merupakan kombinasi F & T sehingga kita harus mewaspadai sikap2 F yang tak bisa diterapkan dalam M. Berikut inventarisnya :

Subyektivitas vs Obyektivitas.
Objektip berarti impersonal. Kita tidak boleh memasukkan unsur pribadi didalamnya. Misalkan karena tidak suka Islam lantas melarang Jilbab atau sebaliknya. Seorang yang obyektip tahan kritik karena kritik2 yang ditujukan kepada pekerjaan adalah nothin personal. Seorang yang subyektif mudah terluka, marah atau tersinggung jika dikritik. Hendaknya dikembangkan sikap tahan kritik, kalau perlu ndhableg (bandel). Kritik2 sering membuat orang jadi emosional dan akibatnya keputusan menjadi tidak lagi obyektip. Dalam berargumentasi, seorang T bersandar pada logika dan analisa dan itu yang dibutuhkan M. Jangan sampai memakai emosi.
Selera pribadi dalam bisnis jangan sampai subyektip. Biarkan konsumen yang menentukan. Terkadang kita tidak suka secara pribadi pada produk itu tetapi kalau konsumen suka, apa boleh buat.

Berada di M eselon atas berarti harus berhubungan dengan orang2 yang secara pribadi tidak kita sukai. Mau tidak mau, suka atau tidak, kita harus belajar untuk bekerjasama bahkan dengan orang yang kita benci. Ini sulit dilakukan bagi mereka yang subyektip. Pada derajat2 tertentu kita harus menjaga jarak karena potensi kita harus menjatuhkan keputusan yang tidak nyaman sangat besar. Karena terlalu dekat dengan seseorang atau sekelompok, keputusan kita jadi terdistorsi. Pahamilah bahwa jika diatas kita harus membuat keputusan2 yang menyakitkan orang lain. Entah itu phk, menunda pangkat, tidak membagikan bonus, thr, dll.

Pun dalam kemitraan kita perhatikan bahwa kebanyakan E muda cenderung memilih konco2nya yang disukai. Bisnis tidak berdasarkan itu. Bisnis adalah kepentingan bersama akan satu tujuan, semisal cari laba. Bisnis yang berplatform perkoncoan rawan rancu. Karena menjaga perkawanan, keputusan2 menjadi tidak business like. Kemitraan sangat rawan retak. Kemitraan berdasarkan perkoncoan bisa berhasil jika dua2nya punya sifat obyektip. Jika salah satu subyektip, payah.

Modus lain adalah bisnis kroyokan atau grudugan. Bisa sampai setengah losin. Makin banyak anggauta makin ruwet. Minimalkan mitra. Jika bisa dua orang saja. Tiga orang sudah mulai tersendat. Kemitraan mbalah jalan baik jika ada yang dominan.

Keadilan vs Kemanusiaan.
Ini konflik klasik dimanapun kita. Di bisnis, masyarakat, dll. Sikap adil lebih dihargai dalam M. Kadang kita tak sampai hati melakukan phk karena pertimbangan kemanusiaan. Akan tetapi sikap ini jadi tidak adil karena jika tidak phk, yang lain2 memikul resiko phk karena perusahaan terlalu sarat beban. Keadilan itu matanya picek (buta). Ia tidak me-milih2, yang salah harus diberi sangsi yang berprestasi harus dihargai. Walau yang kena sangsi orang2 yang kita sukai dan yang seharusnya mendapat penghargaan adalah orang2 yang justru kita tidak sukai. Ingat, keadilan itu picek.

Aturan2 vs Kebijaksanaan
Mirip diatas kadang kita terjebak pada pilihan mengikuti aturan atau melakukan tindakan2 yang berdasar ‘kebijaksanaan’. Yang kita maksud ‘kebijaksanaan’ disini adalah euphemisme untuk menghaluskan kata atau kedok ‘menyimpang dari aturan’. M seharusnya taat kebijaksanaan dan jangan sedikit2 melakukan ‘kebijaksanaan’.

Prinsip2 vs Nilai2
Prinsip2 M umumnya bebas dari nilai2 semacam nilai budaya, agama, dll. Kebanyakan dari kita sulit membebaskan diri dari nilai2 yang dikandungnya. Bisnis, Management, Profesionalisme hendaknya tidak mem-bawa2 agama dan semacamnya.
Alangkah baiknya jika kita memiliki sahabat yang berkebalikan. Mereka yang F akan mendapatkan masukan2 dari T dan sebaliknya. Keputusan2 yang terlalu T menyebabkan kurang manusiawi, menjadi keputusan yang terlalu atos. Sebelum menjatuhkan, dengar dulu opini sahabat yang F, yang tidak terlibat, sehingga keputusan kita lebih bijak.

In business, never let your heart rules your head.

Tetapi, dalam kehidupan pribadi, sering kita berlaku sebaliknya : follow your heart.

Lanjutken ke 7. Resiko

0 komentar:

 

Xibroto Files

Friends

About Us

Xibroto Files Copyright © 2009 BeepTheGeek is Designed by Gaganpreet Singh